Cute Plant Dancing Kaoani April 2016 | Di Bawah Gerimis

Rabu, 27 April 2016

Tentang Sepenggal Kisah yang Sudah Selesai Sebelum Sempat Dimulai

Diposting oleh Wulan Mardianas di 04.35 0 komentar
Kalau dibilang masih ada rasa, sebenarnya enggak! Sudah biasa saja.

Ngomongin apa sih?

Hehe.

Berawal dari keisengan ngintip-ngintip profil Facebook-nya (enggak berteman), aku menemukan seorang kerabat memposting foto dia, duduk bersanding dengan seorang gadis. Yang istimewa adalah, mereka mengenakan baju pengantin.

"Dulu targetku menikah umur 25," teringat ucapannya saat kami duduk bersama--cukup dekat, namun masih terentang jarak, "Sampai sekarang sudah mau 30."

Ia melanjutkan, "Mas-masku memang nggak ada yang nikah muda, sih. Di atas 30 semua."

Sebenarnya saat itu situasi sudah tidak enak. Maksudku, kami sudah tidak bisa lagi bercanda seperti dulu. Bahkan sejak 2 bulan terakhir, aku merasa dia sengaja menjauh. Ada rasa canggung yang membuat tidak nyaman, sekaligus sikap sok tenang yang diusahakan untuk menjelaskan bahwa semua baik-baik saja. Bahwa kami masih bisa berbincang seperti dulu, lagi. Meski kami sama-sama tahu, di antara kami sudah tidak baik-baik saja.

Mengutip quotes Ika Natassa; sebab kecanggungan tidak pernah terjadi di antara dua orang yang tidak ada apa-apanya. So maybe, there is something between us.

"Cowok mah santai, Mas. Sampai usia 35 juga masih pantes-pantes aja. Beda kalau cewek. Di kampungku, yang masih kecil-kecil aja udah pada nikah."

Lalu ia bercerita soal adiknya yang juga menikah di usia 21-an, selepas keluar dari pesantren.

Melihat latar belakang keluarganya, yang religius, aku selalu merasa bukan siapa-siapa. Minder. Merasa tidak cukup baik untuk menjadi pendampingnya (setidaknya itu yang ada dalam bayangan, waktu itu).

Dia yang rutin dhuha.

Dia yang mengajari pria tua yang biasa kami panggil Mbah Kakung membaca Al Qur'an.

Dia yang sering menyenandungkan shalawat.

Dia yang setiap malam Jumat mengaji sampai dini hari--sering sampai jam 2 pagi.

Kemudian siangnya bakal bertanya, "Mataku merah, ya? Kelihatan ngantuk banget?"

Hari minggu kemarin, ia menikah.

Bersanding dengan seorang perempuan dengan riasan Paes Ageng. Memang tidak sesuai bayanganku. Kupikir ia akan menikah dengan gadis berjilbab lebar.

Tapi aku percaya. Allah telah mengkaruniakannya perempuan yang tepat untuk menjadi pendamping hidup. Dan sungguh, hatiku baik-baik saja, aku berdoa agar ia bisa menjadi pemimpin keluarga yang baik.

Yang sangat aku syukuri adalah, dia menikah setelah hati ini benar-benar sembuh. Aku nggak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau dia menikah setahun lalu, tepat ketika aku sedang patah hati berat.

Akankah hancur dan lebur?

Tapi kalaupun memang terjadi, sehancur-hancurnya perasaanku, aku yakin, luka akan berangsur mengering, kemudian sembuh.

Aku tipe wanita, yang kalau mencintai seseorang selalu sungguh-sungguh. Namun, saat aku tahu bahwa sudah tak ada lagi yang bisa diharapkan untuk sebuah hubungan serius, aku bisa tutup buku. Bangkit. Melupakan dengan berjalannya waktu.

Dan akan mencintai dengan cara yang sama saat bertemu orang tepat yang lain.

Mencintainya dengan sungguh-sungguh.

Hmm, omong-omong soal pernikahan itu, yakin baik-baik aja?

Bagaimana ya?

Kayak ada pahit-pahitnya gitu sih.

Tapi bukan karena patah hati.

Melainkan, karena aku masih sendiri.

Hiks hiks huuaaa...

"Semoga jodohnya dekat," teringat ucapannya suatu hari.

Maksudnya barangkali, enggak lama-lama nunggu jodohnya.

Lah, kurang dekat apa coba, dulu? Nyaris setiap hari bertemu. Setiap hari menyamperiku. Ah, sudahlah.

Aku yakin, kok, pada akhirnya akan menikah dengan orang yang tepat. Yang terbaik menurut-Nya. Yang terdengar bunyi "klik". Itu artinya, kuncinya sudah pas.

Yang sengaja disimpan oleh Allah untuk menjadi imamku. Dan semoga, disegerakan.

Aamiin.

 

Di Bawah Gerimis Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting