Cute Plant Dancing Kaoani Depok - Jakarta: Sekali-kalinya Menghadiri Kajian di Masjid Istiqlal | Di Bawah Gerimis

Rabu, 18 Mei 2016

Depok - Jakarta: Sekali-kalinya Menghadiri Kajian di Masjid Istiqlal

Diposting oleh Wulan Mardianas di 05.37
Jumat malem...

Jadi, Sabtu kemarin untuk pertama kalinya saya ikut pengajian di Masjid Istiqlal. Lantarannya diajak Jeng Newisha Alifa di Facebook.

Saya pengin, tapi langsung panik. Apalagi pas blio ngirim pesan via WA. Haduhh, mau jawab apa ini!

Dan yang membuat panik adalah sesuatu yang sangat tidak penting. Alasan yang sangat-sangat dangkal.

Baju. Yep. Baju.

Astagah.

"Jeng!!!! Aku malu nggak punya baju akhwat!!!" Ditambah emot nangis-nangis.

Maksud saya, gamis dan khimar lebarnya.

Saya selalu salut melihat akhwat dan busananya. Indah. Saya mah apa atuh, cuma bisa mengagumi. Maklum, wanita biasa, bukan (atau belom) jadi akhwat. Padahal mah, akhwat artinya wanita, bukan? Wanita dalam bentuk jamak *CMIIW*

Tapi sungguh, meski artinya sama-sama wanita, panggilan itu terasa jauh di luar jangkauan. Pasalnya yang namanya akhwat tetap saja identik dengan perempuan dengan pemahaman agama yang tinggi.

Untungnya jawaban si Jeng Newisha sangat melegakan.

"Rok ada kan? Yang pakai celana aja banyak. Santai aja, Jeng."

Syukurlah.

"Sudah pakai rok, sih. Tapi atasan masih kaos."

Soalnya di pertemuan pertama dengan Jeng Newi dulu saat kopdar di Kota Kasablanka, saya masih pakai celana jins. Hehehe.

"Kagak papaaa... Nyantai ajaaaa..."

Ya sudah, bulatlah tekad buat dateng ke acara itu. Kami janji bertemu di luar masjid, soalnya kalau di dalem mah pasti susah nyarinya.

Sabtu pagi...

Jam setengah tujuh saya sudah keluar dari kos. Make masker, nenteng sampah--sekalian dibuang gitu. Pas sampai luar gerbang, eh hape ketinggalan. Ini kan kronis banget.

Geli sendiri pas sampai Stasiun Pondok Cinta Cina, tahu-tahu sudah ada mesin tiket otomatis (atau apalah namanya itu). Saya yang jarang naik kereta, merasa gagap melihat benda serupa mesin ATM begitu (terakhir kali naik kereta masih dilayani secara manual, sih).

Untung ada bapak-bapak yang bisa ditanyain, juga mbak-mbak di belakang saya yang ikut menjelaskan.

Untungnya juga saya pakai masker. Kalau enggak kan ya kelihatan banget ndesonya.

Embun di jendela kereta


Sampai Stasiun Juanda, rupanya Jeng Newisha juga baru saja sampai. Syukurlah tak ada yang perlu menunggu terlalu lama.

Sunyi yah? Sesunyi hatikuuuh *pletak*

Dan si Jeng Newisha sudah menunggu di depan tulisan Masjid Istiqlal. Berjilbab oranye, dengan seorang akhwat berpostur tinggi yang ternyata adalah adiknya.

"Adek sekarang gini, gede-gede," kata si Jeng Newi, kurang lebih.

"Kakak mah udah biasa prihatin sih, ya,"

Hehehe.


Oh, ya, pemandangan yang lucu, baru juga para akhwat itu sampai, langsung pada putu-putu--pose cantik, mesam-mesem ke kamera, belo-beloin mata... cekrek! Saya juga nyaris tergoda, sih. Tapi, ah, nggak ah. Belom pengin foto.

salah satu spot putu-putu para akhwat
(foto by Jeng Newisha)

Setelah masuk masjid, nitipin sepatu--sebelumnya dimasukin ke plastik keresek dulu--kemudian berbondong-bondong menuju tempat wudhu. Karena saya sama sekali belum kebayang situasi di dalam nanti seperti apa, saya paksain buat pips, takutnya di tengah acara malah kebelet pips kan repot. Dan ngantre toiletnya lama sekali... Ternyata pas sudah di dalam pun tetep bisa keluar, hehe. Konsekuensinya ya, ketinggalan materi. Dua kali ke toilet, dua kali dapet bilik nomer 8. Nggak ada hubungannya, sih... Cuma pengin ditulis aja xD


Bodohnya, saya nggak bawa mukena! Dan kostum saya jelas tidak memungkinkan untuk sholat tanpa mukena. Namanya juga kaus! Di pikiran saya, bakal dengan mudahnya minjem mukena yang disediakan masjid. Taunya... pakai antre dan nyerahin KTP *glodak!

Jadi, kajian bersama Ustadz Yusuf Mansyur dan KH. Bachtiar Nasir hari itu bertema Masuk Surga Sekeluarga. Jelas nggak jauh-jauh dari pernikahan dan kejombloan. Langsung baper dah, bawaannya pengin dinafkahin biar bisa ke surga sekeluarga*kyaaaaa*

Nah mumpung ngumpul bareng para akhwat nih, saya kepengin juga ngerasain gimana sih syahdunya seorang akhwat. Jadi sebisa mungkin menahan diri agar nggak lirik-lirik ikhwan. Malahan kalau nggak sengaja papasan, saya pura-puranya nunduk malu-malu. Sewaktu mau melotot, bawaannya pengin istighfar aja *pletak. 

Beginilah tingkah ane yang norak-norak sembrono, Bang. Kalau kamu nyarinya seorang akhwat, saya mundur. Tapi kalau kamu nyarinya seseorang yang bisa sama-sama berubah ke arah yang lebih baik, saya tetep mundur *eh salah* hayuuu maju sama-sama ke pelaminan :p wkwkw

*Monolog di atas tidak ditujukan untuk siapa-siapa. Catet.

Di tengah acara, para jomblowan dan jomblowati diminta berdiri, semacam disuruh berikrar gitu. Doa yang luar biasa mulia. Jujur saya minder dengan doa semacam itu, jadi di dalam hati saya berdoa agar dijodohkan dengan yang terbaik saja.

Selepas berdoa, hati diliputi rasa haru. Namun, keharuan saya tidak disebabkan oleh doa yang agung barusan. Bukan juga soal jodoh yang masih belom kelihatan hilalnya. Saya diliputi keharuan lantaran Jeng Newi menangis.

Allah...

Nampaknya sahabat saya ini sungguh begitu ingin segera disatukan dengan jodohnya. Bisa jadi juga karena baru saja patah hati. Atau akumulasi dari keduanya. Yang saya tahu, hati yang lembutlah yang mudah tersentuh.

Yang jelas, air mata yang menitik barusan, menggerakkan hati saya untuk menyelipkan nama Jeng Newi ke dalam doa saya--maaf kalau enggak setiap hari juga ngedoainnya, Jeng. Pokoknya mah kalau pas teman-teman saya sebut, bakal ada satu nama lagi. Jeng Newisha Alifa.

Sabtu Siang...

Oh ya, selain mendengar kajian, salah satu sesi terasyik adalah curhat-curhatan dan berburu ransel AsmaNadia. Secara saya ini kan meski tengah bebas tugas, bangga dan bahagia sekali menyandang predikat sebagai karyawan ANPH xD (meski kenyataannya, Bunda dan Pak Isa lebih sering menganggap kami ANPH team! Atau ANPH crew. Satu tim yang kompak dan solid--ketimbang menganggap kami 'sekadar' karyawan *hugs*)


Di dalam Masjid

Adegan:

"Wulan, itu ada ransel AsmaNadia," kata Jeng Newi.

"Ah, iya, fotoin, Jeng, fotoin..."

Large Hitam-Pink Fanta
Tolong diabaikan gambar kakinya
(foto by Jeng Newisha)

Di stasiun Juanda juga nemu.

Adegan: Pura-pura ngambil foto gedung ah... pas Mbaknya meleng, cekrek-cekrek!
Entah merasa dikuntit oleh orang aneh, atau karena kami sama-sama pakai ransel AsmaNadia, si Mbaknya kemudian pergi.

Nggak pa-pa, Mbak, saya sudah biasa kok kalo cuma ditinggal-tinggal pergi gitu *jomblo baper mode on*

Slim abu-pink muda

Di Jembatan penyeberangan ada lagi, Nda!

(warna pink)
Spesial edition: 4S

Mari kita kejar Mbaknya, lebih dekat lagi
Mbak, ada akuuuh di belakangmu


Tentunya setelah selesai, dan sudah habis dzuhur, sempetin dulu foto-foto.

kamera yang bagusan kagak ada, Mbak? huhuhu

Gereja Katedral Jakarta tampak dari halaman Masjid Istiqlal



Karena kelaperan, kami makan dulu di Bakso Malang Oasis di dalam stasiun Juanda. Bertiga memesan menu berat (nasi goreng barbekyu) karena sama-sama laper berat.

Yang lucu, saat kami menunggu pesanan, di sebelah duduk tiga orang ibu-ibu (atau nenek-nenek). Masih pantas dipanggil ibu, namun kelihatannya sudah pada punya cucu. Ibu-ibu bercucu ini pada kasak-kusuk sembari mengaduk-aduk mi ayam bakso di mangkuk masing-masing.

Tiba-tiba salah satunya nyeletuk--dengan agak berbisik--sama Mas pelayannya, "Mas, yang digambar baksonya ada tiga."

Hiyaaaa. Masnya hanya menanggapi dengan agak salah tingkah, "Wah, nggak tahu kalo itu, Bu..."

Karena kepo, saya intip mangkuk mereka, baksonya ternyata cuma ada dua. Ahahaha.

Hari yang lucu, menyenangkan, haru, bahagia. Ahhh, berharap kapan-kapan bisa menghadirinya lagi bersama suami Jeng Newisha dan adiknya lagi, mungkin?

Namanya juga jomblo!





2 komentar:

Unknown on 20 Mei 2016 pukul 06.05 mengatakan...

Lain kali ajak-ajak yaah kalau ada kajian, huaaaa...

Nina Pradani on 20 Mei 2016 pukul 20.24 mengatakan...

Cerita sederhana, tapi bisa lucu gitu, ya... selalu suka, deh, tulisan2 Wulan..

Posting Komentar

 

Di Bawah Gerimis Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting